Friday, February 20, 2009

HARGA BERAS DUNIA MERANGKAK NAIK


Demikian data yang disampaikan FAO melalui FAO Rice Price Update bulan Februari 2009 yang diterima KBRI Roma.

Dari informasi yang diberikan FAO ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan bulan Desember 2008, harga beras dunia bulan Januari 2009 mulai mengalami kenaikan, walaupun kenaikannya relatif kecil. Hal ini tercermin dengan naiknya indeks harga beras dari 226 pada bulan Desember 2008 menjadi 231 untuk bulan Januari 2009 yang berarti dalam kurun waktu satu bulan ini rata-rata terjadi kenaikan sekitar 2 %.

Kenaikan ini terjadi untuk semua jenis beras kecuali beras US Long Grain 2,4% dan Viet 5% yang justru mengalami penurunan masing-masing sekitar 8,5 % dan 1,5 %, sementara jenis beras Basmati Pakistan dan US California harganya stabil, masing-masing 1100 US $/ton dan 1102 US $/ton.

Kenaikan tertinggi dialami oleh beras Viet 25% dan beras Thai Parboiled 100% yang kenaikannya mencapai sekitar 11 %, kemudian diikuti oleh beras Thai A Super (naik 7,1 %), Thai Fragrant 100% (naik 6,8 %), Thai White 100% B Second grade (naik 5 %), dan kenaikan yang terendah dialami beras Pak 25% dan Thai 25% yang kenaikannya sekitar 3,5 % lebih.

Dari data ini bisa dicermati bahwa kenaikan harga terjadi khususnya untuk beras dengan kualitas relatif rendah, sementara untuk beras kualitas yang tinggi harganya relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami penurunan sebagai mana terlihat pada harga beras Basmati Pakistan dan US California dengan pengecualian untuk beras Thai Fragrant 100% yang mengalami kenaikan, demikian komentar Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma.

Selanjutnya menurut Erizal, “adanya kecenderungan peningkatan harga beras khususnya yang berkualitas relatif rendah yang mendominasi permintaan pasar dunia dan juga paling banyak diserap konsumen Indonesia ini hendaknya selalu dicermati oleh Indonesia dalam hubungannya dengan kebijakan ketahanan pangan dalam negeri dan swasembada beras”.

Roma, 12 Februari 2009

BULOG paparkan kiat Indonesia dalam kelola beras nasional

Dr. Mustofa Abubakar, Dirut Perum Bulog, menjadi salah satu panelis dari 4 panelis dalam diskusi kelompok yang mengambil thema: “Food price volatility, How to help smallholder farmers manage risk and uncerteinty” di sela acara Governing Council ke 32 IFAD yang berlangsung di Palazzo dei Congressi, Roma, pada hari Rabu 18 Februari 2009.

Dalam paparannya Dr. Mustafa yang mantan Pejabat Gubernur Aceh ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini harga bahan pangan khususnya beras di Indonesia relatif stabil sementara harga di pasaran dunia melambung. Keberhasilan Indonesia ini ditentukan salah satunya dengan menerapkan kebijakan melalui pengaturan sistem suply dan demand melalui operasi pasar dan penerapan raskin.

Keberhasilan Indonesia dalam mengelola harga pangan khususnya beras nasional ini mendapat apresiasi dari peserta dan panelis lain, tetapi sistem yang diterapkan di Indonesia ini tidak serta merta bisa diterapkan secara penuh di negara lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan situasi dan konsisi sesuai dengan ke khasan negara dan masyarakatnya masing-masing termasuk pola makan dan sebaran jenis pangan utamanya, serta geografinya. Walaupun demikian, banyak pelajaran yang bisa diambil dari sistem yang diterapkan Indonesia tersebut, salah satunya adalah upaya untuk menjaga keseimbangan harga antara kepentingan petani (sebagai produser) dan masyarakat umum (sebagai konsumen) dengan menempatkan kekuatan pemerintah sebagai regulator.

Diskusi Panel yang dimodetarori oleh Mr. M. Wyatt, Asisten Presiden IFAD ini menampilkan juga pembicara dari Oxfam, International Federation of Agriculture Producers (IFAP), dan WFP dengan dihadiri oleh sekitar 70 orang peserta dari berbagai negara anggota IFAD.

Benang merah lain dari diskusi panel ini adalah bahwa harga pangan yang volatile merupakan sesuatu yang umum terjadi hanya persoalannya adalah bagaimana harga yang fluktuatif ini masih dalam batas wajar yang di satu sisi tidak memberatkan konsumen dan di sisi lain petani menikmati keuntungan yang wajar.

Untuk mengurangi resiko dan ketidak pastian harga, maka salah satu solusinya adalah perlu dijalinnya kemitraan antara seluruh stakeholders seperti pihak swasta, petani, pemerintah, pedagang, lembaga peneliti, dan organisasi masyarakat. Untuk itu diperlukan komitmen politik yang kuat dari seluruh level pemerintahan (daerah, nasional, regional dan internasional) untuk menanggulangi volatilisasi harga ini.

Thursday, February 5, 2009

2009, Tahun Serat Alam Internasional







Banyak yang tidak tahu bahwa tahun 2009 ini merupakan Tahun Serat Alam Internasional (International Year of Natural Fibres 2009) disingkat IYNF 2009.

Untuk memulai kegiatan tersebut, maka tanggal 22 Januari 2009 yang lalu, di Ruang Iran, Kantor Pusat FAO, Roma diadakanlah pencanangan dimulainya IYNF 2009 ini yang dibuka oleh Mr. Hafez Ghanem, Asisten Dirjen FAO untuk urusan pembangunan sosial dan ekonomi yang sekaligus memberikan kata sambutan dan penjelasan tentang pentingnya serat alam ini.

Tujuan diselenggarakannya IYNF 2009 ini antara lain: meningkatkan kepedulian dan merangsang pemakaian serat alam, mempromosikan efisiensi dan keberlanjutan dari industri serat alam, mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan dalam merespon permasalahan serat alam, mendorong kerjasama internasional yang efektif dan berkelanjutan antar sesama industri serat alam.

Beberapa kegiatan yang akan dilakukan antara lain: workshop, seminar, konferensi, eksibisi, festival, peragaan busana dll. yang dilaksanakan di beberapa negara seperti Afrika Selatan, Bangladesh, China, India, Jerman, Mesir, Polandia dll. Untuk mengetahui berbagai hal terkait Tahun Serat Internasional ini dapat berhubungan dengan Unit Koordinasi IYNF 2008: Trade and Markets Division FAO, email: IYNF-2009@fao.org.

Untuk diketahui bahwa, tanaman utama dunia penghasil serat alam ini didominasi oleh kapas yang produksi pertahunnya mencapai 25 juta ton, diikuti oleh Jute (Rami) dengan produksi sekitar 2,5 juta ton/tahun, sedangkan produksi wool dunia diperkirakan mencapai 2,2 juta ton dengan Australia sebagai negara penghasil utama. Saat sekarang produk yang dihasilkan dari bahan serat alami sudah sangat bervariasi dengan teknologi yang semakin canggih, seperti untuk uang kertas, filter kopi, pembungkus teh celup, termasuk untuk suku cadang kendaraan, selain bahan kain.

“Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan variasi sumber serat alam yang melimpah, maka selayaknya IYNF 2009 ini dapat dijadikan momentum untuk “menengok” kembali potensi serat ini yang menurut FAO omset pertahunnya mencapai 40 milliar US $” demikian komentar Attani Roma menanggapi tahun serat alam dunia ini.



Ein schoenes Lied

Noch einen schoenes Lied